lanjutan materi sebelumnya, selamat menikmati..
Komunikasi Audit
Teknik berkomunikasi adalah hal penting yang harus dimiliki oleh seorang auditor. Proses komunikasi terdiri atas berbicara dan mendengar. Keduanya diperlukan untuk memberikan pemahaman atas maksud yang dituju, memberikan ide dan masukan bagi pihak lain, dan membuat orang lain melakukan apa yang kita rekomendasikan.
Metode dalam komunikasi adalah secara verbal, non-verbal, dan tulisan. Menurut penelitian cara komunikasi yang berdampak cepat adalah melalui non-verbal. Kendala dalam berkomunikasi antara lain kurangnya pengetahuan, perbedaan kultur/budaya, persepsi, jumlah penerima pesan, noise (keributan) dan lain-lain.
Seorang auditor diharapkan memiliki teknik komunikasi mendengar yang baik karena saat mendengar diharapkan seluruh informasi yang diperlukan dapat dicerna dan dikumpulkan. Cara meningkatkan teknik mendengar ini antara lain saat melakukan audit maka auditor harus berusaha mengurangi/membatasi gangguan pendengaran lain seperti melakukan wawancara di ruangan tertutup, mengurangi penggunaan telepon saat wawancara, mengembangkan sikap menerima (receptive) dan empati terhadap auditi. Tujuannya adalah seluruh informasi terkumpul dan pada akhirnya auditor dapat memberikan rekomendasi yang tepat bagi organisasi.
Cara berkomunikasi pada auditi juga tergantung kebutuhan audit apakah itu audit kepatuhan atau audit investigatif.
Analisis Kebutuhan Pengadaan
Audit terhadap kebutuhan pengadaan seharusnya menjadi kegiatan audit rutin untuk mengevaluasi tingkat efisiensi proses pengadaan suatu organisasi. Hal ini dilakukan untuk mengurangi pengadaan barang/jasa yang sebenarnya belum atau tidak diperlukan organisasi. Hal ini terkait dengan penghematan anggaran karena terbatasnya sumber dana/pembiayaan yang dimiliki oleh organisasi.
Hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam analisis kebutuhan antara lain pola-pola pengadaan dan rencana waktu proses pengadaan. Kombinasi pembelian dengan kontrak jangka panjang dan atau kontrak jangka pendek dapat lebih mengefektifkan proses pengadaan baik untuk organisasi maupun penyedia jasa.
Ketidakefisienan dalam proses pengadaan dapat diketahui melalui analisa kebutuhan pengadaan. Prinsip kegiatan pengadaan :
• Nilai (best value of money) barang/jasa disesuaikan dengan kualitas, kuantitas dan harga.
• Persaingan dilakukan secara jujur, terbuka,transparan dan efektif.
• Dilakukan pencatatan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Gambar 4. Kebutuhan, tujuan, strategi, perencanaan dan program pengadaan merupakan suatu siklus
Analisis Organisasi Pengadaan
Secara garis besar organisasi pengadaan terbagi atas 2 yaitu sentralisasi dan desentralisasi. Kelebihan dan kekurangan dua sistem organisasi ini adalah :
- Sentralisasi (Sumber daya & Kontrol lebih baik, standar prosedur, efisien dan ekonomis) ;
- Desentralisasi (jarak wilayah tidak menjadi hambatan, lebih efektif namun kurang efisien).
Organisasi pengadaan dapat dikombinasikan agar tercapai proses pengadaan yang efisien, efektif dan ekonomis. Pemilihan organisasi ini dapat disesuaikan dengan barang/jasa yang dibutuhkan misalkan untuk barang sejenis yang diperlukan di tiap daerah dapat dilakukan proses pengadaan di pusat (sentralisasi). Hal ini untuk mendapatkan nilai harga yang lebih ekonomis dibandingkan proses pengadaan dilakukan di tiap-tiap daerah.
Dalam proses pengadaan di lingkungan swasta antara kebijakan, sistem dan prosedur pengadaan memiliki batasan yang jelas, sementara pada sektor publik/pemerintahan antara kebijakan, sistem dan prosedur pengadaan tercantum pada satu sumber yaitu Perpres No. 54 tahun 2010. Prosedur merupakan tuntutan operasional sehingga sifatnya tidak kaku dan dapat terjadi deviasi dengan otorisasi/approval dari pihak yang berwenang dalam operasional pengadaan. Sementara pada sektor pemerintahan prosedur pengadaan harus mengikuti Peraturan Presiden yang ada.
Analisis terhadap organisasi, sistem dan prosedur pengadaan diperlukan terutama untuk tindakan preventif dan perbaikan terhadap organisasi, sistem dan prosedur yang ada.
Analisis Pengendalian Pelaporan Audit Pengadaan
Operasional Pengadaan atau sering disebut dengan proses pembelian dilaksanakan oleh organisasi pengadaan. Umumnya proses pembelian mencakup nilai pembelian, kompleksitas pembelian, faktor risiko dan kondisi pasar/supplier.
Hal-hal yang harus diperhatikan oleh organisasi yang membutuhkan barang/jasa tersebut adalah :
- Identifikasi dan definisikan kebutuhan barang/jasa tersebut,
- Lakukan survey harga dan penelitian kondisi pasar/supplier,
- Memilih metode pembelian disertai saran dari pihak yang berwenang baik atasan langsung maupun internal audit,
- Lakukan proses otorisasi persetujuan/approval.
- Mengembangkan spesifikasi,
- Definisikan kriteria evaluasi,
- Lakukan proses pemilihan penyedia jasa,
- Lakukan evaluasi terhadap penyedia jasa,
- Penandatangan kontrak.
Pihak auditor internal dalam melakukan audit akan menyusun laporan hasil audit yang isinya mengkomunikasikan saran dan perbaikan dalam proses pengadaan. Isi Laporan Hasil Audit Pengadaan terdiri atas:
1. Tujuan, Ruang Lingkup dan Metodologi
2. Hasil Audit
3. Kesimpulan
4. Rekomendasi
5. Pernyataan Standar Audit
6. Kepatuhan sesuai peraturan dan hukum yang berlaku
7. Pengendalian Internal
8. Tanggapan Auditi
9. Tindak Lanjut
Kesimpulan
1. Pengadaan merupakan bagian dari proses manajemen aset, bukan sekedar pembelian barang.
2. Analisis kebutuhan diperlukan untuk mengetahui efektifitas, efisiensi dan ke-ekonomis-an pengadaan.
3. Kebutuhan, tujuan, sasaran, perencanaan dan pemrograman merupakan elemen yang saling berhubungan dalam pelaksanaan pengadaan.
Referensi
Materi Pelatihan “Procurement Management Audit” diselenggarakan oleh PT. Trimitra Konsultindo
Rabu, 06 Februari 2013
Pengelolaan Audit Procurement/Pengadaan episode 1
tulisan ini merupakan materi pelatihan yang pernah saya dapatkan mengenai masalah audit pengadaan, supaya tidak terlalu panjang maka dipisah menjadi 2 episode, selamat menikmati :D
Konsep Pengadaan
Proses pengadaan diperlukan agar fungsi organisasi tercapai. Pengadaan memiliki pengertian yang lebih luas dari sekedar proses pembelian saja (purchasing/buying/commisioning). Pengadaan merupakan salah satu kunci keberhasilan proses bisnis suatu organisasi karena efisiensi suatu organisasi dapat dicapai melalui proses pengadaan yang baik. Pengadaan merupakan kegiatan pertukaran aset sehingga diperlukan pengelolaan/manajemen aset. Untuk mencapai hal tersebut maka proses pengadaan memerlukan strategi dan operasional pengadaan.
Strategi pengadaan dimaksudkan untuk mendapatkan fleksibilitas terhadap pengadaan berbagai barang dan jasa yang dibutuhkan dengan menggunakan berbagai tipe kontrak. Penggunaaan tipe kontrak sendiri dipilih dengan mempertimbangkan kinerja dan insentif berupa penghematan dan efisiensi.
Manajemen Pengadaan yang efektif:
1. right products (tepat produk),
2. right quantity (tepat kuantitas),
3. right time (tepat waktu),
4. right place (tepat lokasi),
5. right support/service (tepat pelayanan),
6. right vendor (penyedia jasa yang tepat),
7. right procedure (tepat prosedur),
8. right quality (tepat kualitas),
9. right price/cost (harga yang tepat).
Harga yang tepat tidak selalu yang murah, yang dihitung adalah total cost of ownership dan bukan hanya harga awal barang/jasa yang dibeli.
Skema proses pengadaan dan audit manajemen pengadaan secara garis besar adalah sebagai berikut :
Gambar 1. Skema Proses Pengadaan dan Audit Manajemen Pengadaan
Berdasarkan pengertian pengadaan tersebut maka diketahui bahwa proses pengadaan diawali dari proses penganggaran/budgeting, diikuti proses permintaan terhadap barang/jasa tersebut. Proses tersebut jarang sekali dilakukan audit. Padahal pada proses ini risiko terbesar pada proses pengadaan timbul. Proses tersebut meliputi identifikasi dan analisis terhadap kebutuhan barang/jasa.
Audit manajemen pengadaan yang sering dilakukan adalah audit kepatuhan/compliances terhadap proses pemilihan penyedia jasa hingga proses settlement/penyelesaian pembayaran. Selain memahami proses pengadaan maka dalam melakukan audit manajemen pengadaan perlu diketahui risiko sistem pengadaan, yaitu sebagai berikut :
1. Barang/jasa tidak dibutuhkan,
2. Barang/jasa tidak sesuai dengan arah kebijakan pengadaan organisasi tersebut,
3. Barang/jasa kemahalan/mudah rusak (do not provide value for money),
4. Barang/jasa tidak diterima oleh organisasi,
5. Prinsip ekonomis tidak dilakukan (negosiasi harga tidak dilakukan karena kurangnya proses pengadaan secara sentralisasi).
Dalam melakukan audit manajemen pengadaan, manajer audit dapat mempertimbangkan fokus audit sebagai berikut :
Gambar 2. Fokus Audit
Audit manajemen pengadaan membantu organisasi dalam mencapai tujuan pengadaan dengan cara mengevaluasi dan memberikan rekomendasi perbaikan terhadap efektifitas pengelolaan risiko pengadaan, proses pengendalian dan kepatuhan.
Area audit pengadaan adalah sebagai berikut :
1. Environment audit : mengetahui kondisi pasar/supplier, jumlah supplier, dsb
2. Strategy audit : mengetahui strategi manajemen pengadaan,
3. Organization audit : melihat organisasi pengadaan dan efektifitasnya,
4. System audit : melihat kepatuhan/compliances terhadap sistem pengadaan,
5. Productivity audit : melihat produktifitas pengadaan,
6. Function audit : melihat fungsi manajemen termasuk leadership manajemen pengadaan.
Perencanaan Audit
Dalam melakukan audit maka diperlukan persiapan audit, sebagai berikut :
a. Informasi Umum Auditi (Profiling Auditee) yaitu berupa pengenalan terhadap organisasi auditi, sumber daya manusia dan manajemen auditi.
b. Strategi Audit yaitu fokus utama dalam audit, dan
c. Pendekatan Audit yaitu teknik-teknik audit yang digunakan.
Langkah-Langkah dalam melakukan audit manajemen pengadaan secara umum sama dengan proses audit kinerja, yaitu sebagai berikut :
1. Survey Pendahuluan
2. Pembuatan Checklist
3. Rapat Pembukaan
4. Pengumpulan Bukti Audit
5. Evaluasi Bukti Audit
6. Rapat Penutupan
7. Penyampaian LHA
Hal yang perlu diperhatikan adalah perlunya rekomendasi berupa tindakan preventif. Tindakan preventif merupakan proses rekomendasi yang proaktif dari auditor untuk mengidentifikasi, mengembangkan potensi dan perbaikan di kemudian hari. Rekomendasi lain adalah berupa tindakan korektif yang diperlukan untuk mengatasi masalah akibat kesalahan pelaksanaan prosedur.
Persiapan dan Perencanaan Audit dituliskan pada Program Kerja Audit yang berisikan seluruh subjek audit, pertanyaan-pertanyaan dan informasi yang terkait dengan proses audit.
Audit Tools
Dalam melaksanakan audit manajemen pengadaan maka dari segi frekuensi audit dapat dikelompokkan menjadi audit yang dilakukan secara rutin (scheduled) dan audit di luar waktu rutin atau audit sporadis (sporadic).
Audit secara rutin antara lain dengan cara audit compliance; inspeksi; user satisfaction survey; data aktifitas; pengendalian internal rutin. Audit yang dilakukan sporadis antara lain audit karena kejadian-kejadian tidak disengaja baik yang berupa isu maupun hasil; complaints; dan saran-saran perbaikan.
Audit manajemen pengadaan yang sering dilakukan adalah audit kepatuhan/compliances, namun untuk memberikan nilai tambah (value added) audit maka proses pengadaan pun dapat dievaluasi keefektifannya. Cara evaluasi proses pengadaan antara lain dengan mengidentifikasi hal-hal kritis, memahami secara mendalam proses pengadaan, membuat skema “As Is” yaitu skema yang menunjukan cara pengadaan yang diharapkan dapat diterapkan untuk peningkatan efisiensi pengadaan, membandingkan antara skema “As Is” dengan kondisi sebenarnya dan memberikan evaluasi terhadap perbedaan-perbedaan tersebut. Skema “as is” ini dapat menjadi input untuk pengembangan sistem dan prosedur yang ada. Saran perbaikan dari pihak auditi juga menjadi satu hal yang dapat dijadikan input perbaikan tersebut.
Penggunaan flow chart (bagan alir) juga dapat menjadi sarana dalam evaluasi prosedur yang ada. Cara lain adalah penggunaan Diagram Spaghetti yaitu melihat urutan proses dan pihak yang berwenang pada urutan proses tersebut. Semakin banyaknya proses berulang pada pihak tertentu merupakan indikasi kekurangefisienan sistem dan prosedur yang ada.
bersambung....
Konsep Pengadaan
Proses pengadaan diperlukan agar fungsi organisasi tercapai. Pengadaan memiliki pengertian yang lebih luas dari sekedar proses pembelian saja (purchasing/buying/commisioning). Pengadaan merupakan salah satu kunci keberhasilan proses bisnis suatu organisasi karena efisiensi suatu organisasi dapat dicapai melalui proses pengadaan yang baik. Pengadaan merupakan kegiatan pertukaran aset sehingga diperlukan pengelolaan/manajemen aset. Untuk mencapai hal tersebut maka proses pengadaan memerlukan strategi dan operasional pengadaan.
Strategi pengadaan dimaksudkan untuk mendapatkan fleksibilitas terhadap pengadaan berbagai barang dan jasa yang dibutuhkan dengan menggunakan berbagai tipe kontrak. Penggunaaan tipe kontrak sendiri dipilih dengan mempertimbangkan kinerja dan insentif berupa penghematan dan efisiensi.
Manajemen Pengadaan yang efektif:
1. right products (tepat produk),
2. right quantity (tepat kuantitas),
3. right time (tepat waktu),
4. right place (tepat lokasi),
5. right support/service (tepat pelayanan),
6. right vendor (penyedia jasa yang tepat),
7. right procedure (tepat prosedur),
8. right quality (tepat kualitas),
9. right price/cost (harga yang tepat).
Harga yang tepat tidak selalu yang murah, yang dihitung adalah total cost of ownership dan bukan hanya harga awal barang/jasa yang dibeli.
Skema proses pengadaan dan audit manajemen pengadaan secara garis besar adalah sebagai berikut :
Gambar 1. Skema Proses Pengadaan dan Audit Manajemen Pengadaan
Berdasarkan pengertian pengadaan tersebut maka diketahui bahwa proses pengadaan diawali dari proses penganggaran/budgeting, diikuti proses permintaan terhadap barang/jasa tersebut. Proses tersebut jarang sekali dilakukan audit. Padahal pada proses ini risiko terbesar pada proses pengadaan timbul. Proses tersebut meliputi identifikasi dan analisis terhadap kebutuhan barang/jasa.
Audit manajemen pengadaan yang sering dilakukan adalah audit kepatuhan/compliances terhadap proses pemilihan penyedia jasa hingga proses settlement/penyelesaian pembayaran. Selain memahami proses pengadaan maka dalam melakukan audit manajemen pengadaan perlu diketahui risiko sistem pengadaan, yaitu sebagai berikut :
1. Barang/jasa tidak dibutuhkan,
2. Barang/jasa tidak sesuai dengan arah kebijakan pengadaan organisasi tersebut,
3. Barang/jasa kemahalan/mudah rusak (do not provide value for money),
4. Barang/jasa tidak diterima oleh organisasi,
5. Prinsip ekonomis tidak dilakukan (negosiasi harga tidak dilakukan karena kurangnya proses pengadaan secara sentralisasi).
Dalam melakukan audit manajemen pengadaan, manajer audit dapat mempertimbangkan fokus audit sebagai berikut :
Gambar 2. Fokus Audit
Audit manajemen pengadaan membantu organisasi dalam mencapai tujuan pengadaan dengan cara mengevaluasi dan memberikan rekomendasi perbaikan terhadap efektifitas pengelolaan risiko pengadaan, proses pengendalian dan kepatuhan.
Area audit pengadaan adalah sebagai berikut :
1. Environment audit : mengetahui kondisi pasar/supplier, jumlah supplier, dsb
2. Strategy audit : mengetahui strategi manajemen pengadaan,
3. Organization audit : melihat organisasi pengadaan dan efektifitasnya,
4. System audit : melihat kepatuhan/compliances terhadap sistem pengadaan,
5. Productivity audit : melihat produktifitas pengadaan,
6. Function audit : melihat fungsi manajemen termasuk leadership manajemen pengadaan.
Perencanaan Audit
Dalam melakukan audit maka diperlukan persiapan audit, sebagai berikut :
a. Informasi Umum Auditi (Profiling Auditee) yaitu berupa pengenalan terhadap organisasi auditi, sumber daya manusia dan manajemen auditi.
b. Strategi Audit yaitu fokus utama dalam audit, dan
c. Pendekatan Audit yaitu teknik-teknik audit yang digunakan.
Langkah-Langkah dalam melakukan audit manajemen pengadaan secara umum sama dengan proses audit kinerja, yaitu sebagai berikut :
1. Survey Pendahuluan
2. Pembuatan Checklist
3. Rapat Pembukaan
4. Pengumpulan Bukti Audit
5. Evaluasi Bukti Audit
6. Rapat Penutupan
7. Penyampaian LHA
Hal yang perlu diperhatikan adalah perlunya rekomendasi berupa tindakan preventif. Tindakan preventif merupakan proses rekomendasi yang proaktif dari auditor untuk mengidentifikasi, mengembangkan potensi dan perbaikan di kemudian hari. Rekomendasi lain adalah berupa tindakan korektif yang diperlukan untuk mengatasi masalah akibat kesalahan pelaksanaan prosedur.
Persiapan dan Perencanaan Audit dituliskan pada Program Kerja Audit yang berisikan seluruh subjek audit, pertanyaan-pertanyaan dan informasi yang terkait dengan proses audit.
Audit Tools
Dalam melaksanakan audit manajemen pengadaan maka dari segi frekuensi audit dapat dikelompokkan menjadi audit yang dilakukan secara rutin (scheduled) dan audit di luar waktu rutin atau audit sporadis (sporadic).
Audit secara rutin antara lain dengan cara audit compliance; inspeksi; user satisfaction survey; data aktifitas; pengendalian internal rutin. Audit yang dilakukan sporadis antara lain audit karena kejadian-kejadian tidak disengaja baik yang berupa isu maupun hasil; complaints; dan saran-saran perbaikan.
Audit manajemen pengadaan yang sering dilakukan adalah audit kepatuhan/compliances, namun untuk memberikan nilai tambah (value added) audit maka proses pengadaan pun dapat dievaluasi keefektifannya. Cara evaluasi proses pengadaan antara lain dengan mengidentifikasi hal-hal kritis, memahami secara mendalam proses pengadaan, membuat skema “As Is” yaitu skema yang menunjukan cara pengadaan yang diharapkan dapat diterapkan untuk peningkatan efisiensi pengadaan, membandingkan antara skema “As Is” dengan kondisi sebenarnya dan memberikan evaluasi terhadap perbedaan-perbedaan tersebut. Skema “as is” ini dapat menjadi input untuk pengembangan sistem dan prosedur yang ada. Saran perbaikan dari pihak auditi juga menjadi satu hal yang dapat dijadikan input perbaikan tersebut.
Penggunaan flow chart (bagan alir) juga dapat menjadi sarana dalam evaluasi prosedur yang ada. Cara lain adalah penggunaan Diagram Spaghetti yaitu melihat urutan proses dan pihak yang berwenang pada urutan proses tersebut. Semakin banyaknya proses berulang pada pihak tertentu merupakan indikasi kekurangefisienan sistem dan prosedur yang ada.
bersambung....
Label:
audit,
audit internal,
audit pengadaan,
procurement audit
Pembangunan Infrastruktur Berkelanjutan
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang memiliki kelemahan dalam pemenuhan infrastruktur. Infrastruktur jalan dan jembatan, bendungan, saluran irigasi, saluran air baku dan air minum, instalasi air minum, pengolahan sampah, hingga bangunan publik seperti sekolah dan rumah sakit masih diperlukan terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pemerintah terus mencoba memacu pemenuhan kebutuhan infrastruktur tersebut, di antaranya dengan meluncurkan Program Prioritas Infrastruktur pada Tahun 2010-2014, Program MP3EI (Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia), termasuk pemenuhan akan target MDG’s (Millenium Development Goals). Percepatan pembangunan infrastruktur ini dilaksanakan untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta perluasan dan peningkatan kesempatan kerja, dengan tujuan akhir adalah pengurangan angka kemiskinan.
Kebijakan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur saat ini menghadapi permasalahan global yang harus diperhatikan pemerintah, yaitu masalah lingkungan yang mengalami degradasi. Perubahan iklim yang dipicu oleh tidak terkontrolnya emisi gas karbon mengakibatkan meningkatnya intensitas bencana alam. Urbanisasi yang tidak terkendali mengakibatkan lingkungan menjadi tidak sehat dan tingkat individualistis yang semakin tinggi pula. Program pembangunan menjadi kurang terarah karena kebijakan yang dilaksanakan hanya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat saat ini tanpa memperhatikan keberlangsungan dan kondisi berikutnya yang akan terjadi. Hal ini merupakan permasalahan bagi pemerintah karena pemerintah harus melakukan kebijakan percepatan pembangunan di saat dan waktu yang tidak ideal, sehingga pemerintah perlu melakukan strategi pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan agar manfaat pembangunan infrastruktur dapat terus diterima oleh generasi selanjutnya.
Asian Development Bank (ADB) mendefinisikan Pembangunan infrastruktur berkelanjutan atau yang sering disebut sustainable insfrastructure sebagai desain infrastruktur baru dan perencanaan ulang, rehabilitasi dan pemanfaatan kembali serta optimalisasi infrastruktur yang ada meliputi i) pemanfaatan energi terbarukan secara maksimal dan meminimalkan dampak lingkungan, ii) memberikan kebutuhan bagi komunitas lokal termasuk masyarakat miskin, iii) mengendalikan pengeluaran biaya infrastruktur dan korupsi, dan iv) menemukan peran yang semestinya bagi pihak pemerintah dan swasta dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan dan pengelolaan kegiatan infrastruktur. Berdasarkan definisi tersebut dapat dilihat bahwa pembangunan infrastruktur berkelanjutan akan memperhatikan aspek lingkungan, ekonomi dan sosial.
Pembangunan Infrastruktur berkelanjutan dikenal pula dengan istilah pembangunan yang berwawasan lingkungan. Strategi pembangunan ini merupakan salah satu upaya dalam mengurangi dampak perubahan iklim (climate change) yang semakin terasa. Perubahan iklim dapat dirasakan di lingkungan sekitar misalnya semakin panasnya suhu/temperatur udara, musim hujan dan kemarau yang semakin lama, intensitas hujan yang tinggi, kejadian kekeringan dan banjir, kebakaran hutan, dan sebagainya.
Fokus utama pembangunan berkelanjutan yang sebaiknya dilaksanakan oleh pemerintah antara lain penyediaan air minum dan sanitasi yang baik, pengurangan risiko banjir, sistem irigasi yang lebih baik, pengelolaan sumber daya air, pengelolaan transportasi kota dan penyediaan akses jalan dan jembatan ke lokasi yang jauh dan pengelolaan sampah. Hal tersebut merupakan kebutuhan mendasar masyarakat dan merupakan salah satu cara mitigasi risiko dampak perubahan iklim serta meningkatnya intensitas bencana alam. Pembangunan yang dilaksanakan secara business as usual tentunya tidak dapat dilakukan lagi karena pengaruh lingkungan yang semakin terasa dibandingkan 10 tahun yang lalu.
Pembangunan infrastruktur berkelanjutan adalah strategi dalam menciptakan pembangunan yang bermanfaat bagi masyarakat, lingkungan dan komunitas. Indikator yang digunakan dalam pembangunan infrastruktur berkelanjutan adalah berkontribusi pada pembangunan ekonomi dengan menciptakan kerja, pendapatan, skill dan keterampilan; mengutamakan pembangunan sosial dengan menciptakan perumahan tempat memadukan kerja dan hidup, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan; dan menunjang pengembangan lingkungan hijau, berkelanjutan, aman, nyaman, dan memperkaya kehidupan dengan green building code (Prof.Dr. Emil Salim).
Pengambil kebijakan dalam bidang infrastruktur pun harus mulai melihat peluang dan potensi pembangunan berkelanjutan sebagai suatu kewajiban sehingga seluruh kebijakan akan difokuskan kepada pembangunan infrastruktur yang berwawasan lingkungan. Badan standar nasional harus membuat standar yang mengacu pada prinsip-prinsip ramah lingkungan, sehingga produk-produk yang termanfaatkan adalah produk-produk yang sudah ramah lingkungan. Beberapa produk SNI sebenarnya sudah mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan, misalnya SNI tentang perhitungan OTTV atau transfer suhu pada suatu bangunan, SNI tentang penggunaan lampu hemat energi, dan SNI lainnya. Penerbitan SNI merupakan salah satu upaya dukungan pemerintah dalam mengarahkan penggunaan bahan-bahan yang ramah lingkungan. Dan yang lebih utama adalah pemanfaatan dan pemenuhan standar yang sudah ada karena kadang target pembangunan infrastruktur hanya berorientasi pada bentuk fasilitas infrastruktur saja dan tidak pada fungsi dan makna bangunan insfrastruktur tersebut dibuat.
Pembangunan infrastruktur berkelanjutan merupakan metode yang terintegrasi dalam melaksanakan pembangunan. Dalam tahapan proyek pembangunan infrastruktur, mulai dari perencanaan-desain-pengadaan barang/jasa (procurement)-pelaksanaan konstruksi-operasional dan pemeliharaan-demolition, tiap tahapan memiliki peluang untuk dilakukan rekayasa value yang berkenaan dengan pembangunan ramah lingkungan. Misalkan pada tahap perencanaan dilakukan perencanaan tata letak dan lokasi bangunan infrastruktur yang memperhitungkan tingkat efisiensi dan efektifitas, pada tahap desain maka bangunan infrastruktur diperhitungkan kembali faktor konsumsi energinya, pada tahap procurement maka diutamakan bahan-bahan material yang ramah lingkungan misalnya produk-produk yang sudah berlabel ramah lingkungan (eco labelling) dan material kayu yang bersertifikat (wood certificate), saat pelaksanaan konstruksi dilakukan secara green construction misalnya pengurangan waste/sampah akibat proses konstruksi dan pemanfaatan air hujan dalam pemenuhan kebutuhan aktifitas di lokasi proyek, pada tahapan operasional dan pemeliharaan maka bangunan-bangunan yang memenuhi konsep green building tentunya akan memiliki biaya operasional dan pemeliharaan yang lebih kecil daripada bangunan konvensional, dan pada tahapan demolition maka bangunan infrastrutktur tersebut diharapkan dapat kembali dimanfaatkan (reuse).
Prinsip pembangunan infrastruktur berkelanjutan di Indonesia dalam skala mikro telah coba diterapkan dengan adanya Sertifikasi Green Building (Greenship certified). Pembangunan gedung hijau baik yang baru maupun perbaikan bangunan eksisting yang akan disesuaikan dengan prinsip gedung hijau ternyata mulai berkembang. GBCI (Green Building Council Indonesia) yang tergabung dalam World Green Building Council (WGBC) sebagai penerbit sertifikasi gedung hijau telah membuat pedoman dan syarat bangunan gedung hijau yang berlaku secara umum, yaitu dilihat dari tepat guna lahan, terkait ketepatan pemanfaatan lahan dan tata letak bangunan; efisiensi energi dan konservasi, agar energy yang dimanfaatkan secara konsisten sustainable dan efisien; konservasi air, termasuk pemanfaatan air secara optimal; sumber dan siklus material, terkait pelaksanaan dan penerapan 3R (reduce, reuse, recycle) dan jejak karbon (carbon footprint); kualitas udara dan kenyamanan ruangan; dan manajemen lingkungan bangunan (building environment management). Pedoman tersebut dapat diadaptasi oleh pengambil kebijakan di bidang infrastuktur lain seperti transportasi dan sumber daya air untuk membuat pedoman mengenai konstruksi yang berkelanjutan. Pedoman ini merupakan cara dan upaya pemerintah agar pihak penyedia jasa memiliki dan mampu mengembangkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Di bidang transportasi ide mengenai green road merupakan salah satu upaya untuk mengurangi emisi karbon dan penerapan teknologi jalan dan jembatan yang ramah lingkungan.
Pemerintah memiliki kewenangan dalam hal regulasi yang sifatnya wajib (mandatory) bagi masyarakat, sehingga diharapkan dengan adanya regulasi yang mendukung pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan membuat industri infrastruktur berkembang ke arah yang lebih baik. Berdasarkan penelitian, industri konstruksi memiliki sumbangsih terhadap peningkatan ekonomi, kerusakan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat, sehingga harus dicari jalan tengah agar pembangunan tidak mengorbankan generasi yang akan datang. Dalam suatu studi kelayakan maka manfaat harus lebih besar dibandingkan dengan biaya yang akan dikeluarkan. Manfaat yang diterima tidak hanya manfaat langsung bangunan infrastruktur tersebut tapi juga manfaat akibat lingkungan yang terjaga.
Penerapan teknologi bangunan infrastruktur yang ramah lingkungan dikhawatirkan akan meningkatkan biaya investasi awal (initial cost) bagi pembangunan infrastruktur tersebut. namun di sisi lain biaya operasional dan pemeliharaan akan menjadi lebih kecil. . Penerapan infrastruktur berkelanjutan sebaiknya dimulai dari tahap perencanaan untuk meminimalkan perubahan biaya pada tahapan proyek berikutnya.
Menurut hukum ekonomi, harga pembiayaan konstruksi akan tergantung pada supply dan demand, sehingga pada saatnya akan ditemukan titik keseimbangan di mana harga menjadi optimal karena supply baik itu bahan/material bangunan yang ramah lingkungan maupun supply penyedia jasa yang perduli dan menerapkan prinsip-prinsip ramah lingkungan semakin berkembang dan demand untuk bangunan infrastruktur hijau semakin banyak pula karena adanya kebijakan industri infrastruktur yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Kesimpulan :
Pembangunan Infrastruktur Berkelanjutan (Sustainable Infrastructure Development) bukanlah hal yang baru di Indonesia, karena telah dikenal sebagai kebijakan Pembangunan Berwawasan Lingkungan. Kebijakan ini menjadi lebih berkembang dan semakin mengemuka akibat semakin terbatasnya sumber daya, dampak pembangunan yang tidak terkontrol dan perubahan iklim. Pembangunan infrastruktur berkelanjutan berfokus pada keberlangsungan pembangunan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat secara terus menerus dan berjangka panjang. Faktor finansial/pembiayaan yang diharapkan terjadi adalah semakin murahnya biaya investasi akibat industri konstruksi yang mengikuti tren pembangunan berkelanjutan dan green building sebagai salah satu cara mengurangi dampak negatif pembangunan infrastruktur.
Referensi :
Sustainable Construction, Pelatihan Greenship Associate Plus, M. Abduh, 2012
Sustainable Construction (Process & Implementation), Pelatihan Greenship Associate Plus, Hadjar Seti Adji, 2012
Audit berdasarkan risiko pada Organisasi Pemerintahan
Audit Berdasarkan Risiko
Manajemen risiko merupakan ilmu baru yang mulai berkembang saat ini. Perkembangannya diawali di bidang keuangan dan perbankan, terutama untuk mengurangi dan membentengi diri dari potensi kerugian yang bisa muncul kapan saja. Manajemen risiko juga telah dapat mengubah pandangan bahwa risiko hanya merupakan kerugian semata, sebab dengan mengelola risiko ternyata dapat menghasilkan potensi keuntungan dan efisiensi dalam pengelolaan suatu pekerjaan.
Di bidang auditing, saat ini juga mulai dikembangkan penerapan manajemen risiko untuk lebih mempercepat dan mengurangi risiko gagal audit yaitu kegagalan memberikan feedback kepada pihak manajemen dan kesalahan dalam memberikan rekomendasi. Selain itu, penerapan audit berdasarkan risiko juga dapat mempercepat waktu proses audit, sehingga produktifitas seorang auditor dapat terus ditingkatkan.
Penerapan risiko berdasarkan audit diterapkan mulai dari perencanaan audit tahunan, program kerja audit, pelaksanaan audit, dan pelaporan audit. Konsep ini dapat disederhanakan dengan cara mengidentifikasi setiap risiko inheren dan mengontrol setiap risiko tersebut dengan cara mitigasi risiko dan mengontrol risiko tersebut. Jika masih terdapat risiko residu atau risiko yang tidak bisa dikontrol maka diperlukan langkah-langkah lain apakah dengan cara menjauhi risiiko tersebut atau dengan rencana cadangan. Setiap risiko yang telah diidentifikasi dan dapat dikontrol inilah yang akan dilakukan pengujian oleh auditor internal, apakah kontrol yang dilakukan sudah efektif dan efisien atau belum, dan dari hasil pengujian ini menjadi feed back bagi manajemen untuk melakukan perbaikan lebih lanjut.
Perencanaan Audit Tahunan
Perencanaan audit tahunan berdasarkan risiko adalah cara untuk menyusun suatu program kerja pemeriksaan tahunan dengan memperhatikan faktor-faktor risiko sehingga didapatkan program kerja tahunan yang efektif, efisien dan ekonomis. Sebelum menerapkan faktor risiko, sebaiknya program kerja tahunan juga disesuaikan dengan tujuan rencana tahunan organisasi, seperti prioritas kegiatan yang telah disepakati sebelumnya. Setelah itu, dilakukan pembobotan pada setiap faktor risiko. Kemudian dilakukan skoring risiko dengan melakukan klasifikasi risiko terlebih dahulu. Skoring akan dikalikan dengan pembobotan yang menghasilkan total poin. Total poin terbesar adalah prioritas dalam rencana audit karena mengandung nilai risiko yang paling tinggi. Hal lain yang harus diperhatikan adalah proporsi pemilihan setiap unit kerja/divisi, agar tercipta keseimbangan auditi di antara unit kerja/divisi yang ada. Selain itu juga faktor risiko untuk pekerjaan konsultansi akan berbeda dengan risiko pekerjaan konstruksi sehingga juga harus dipilah sebelum menentukan satuan kerja yang akan diperiksa dengan menggunakan faktor-faktor risiko lainnya. Penentuan tingkat risiko ini juga dapat digunakan untuk menentukan frekuensi audit, yaitu auditi yang berisiko rendah cukup diperiksa sekali dalam 3 tahun, risiko menengah diperiksa sekali dalam 2 tahun dan auditi yang berisiko tinggi akan diperiksa setiap tahun. Selain itu juga, dapat digunakan untuk menentukan besarnya usaha dan penentuan sumber daya audit.Kelemahan dalam proses ini adalah dibutuhkan pemahaman yang sama antara perencana audit tahunan dengan para auditor dan manajemen audit internal, sehingga didapatkan faktor risiko serta pembobotan dan skoring yang mendekati ketepatan, karena adanya faktor judgment yang bisa subjektif.
Program Kerja Audit
Program kerja audit merupakan awal dari proses audit, yaitu dengan memperhatikan risiko-risiko inheren yang mengikat pada suatu kegiatan yang akan diaudit. Pengenalan akan risiko inheren disertai dengan pembobotan risiko dan identifikasi risiko menjadi risiko rendah, menengah dan tinggi. Setiap risiko inheren ini akan membantu auditor dalam melakukan perencanaan pengujian hal-hal yang teridentifikasi sebagai kegiatan yang berisiko menengah dan tinggi. Umumnya setiap unit/direktorat yang akan diperiksa telah memiliki risk register, yang akan dianalisis kembali oleh auditor untuk pengujian lebih lanjut. Jika risk register belum dimiliki oleh setiap unit kerja maka internal audit memiliki kewajiban untuk memberikan kesadaran bagi unit kerja untuk melakukan pemetaan terhadap risiko kegiatan yang dihadapi unit kerja. Risk register akan membantu auditor dalam menentukan tujuan audit dan ruang lingkup pengujian audit.
Pelaksanaan Audit
Setelah dilakukan perencanaan program kerja audit maka dilakukan pelaksanaan terhadap pengujian kegiatan-kegiatan yang berisiko tersebut. Sebaiknya sebelum melaksanakan pengujian maka auditor wajib melakukan mitigasi terhadap risiko sesuai dengan level risiko dan frekuensi risikonya.
Pelaporan Hasil Audit
Setelah dilakukan pengujian maka dilakukan rekomendasi. Rekomendasi yang baik adalah rekomendasi yang dapat mengurangi risiko kejadian berulang di kemudian hari. Selain itu, penggunaan bahasa yang efektif dan tidak terlalu teknikal harus digunakan agar manajemen mampu menjalankan rekomendasi tersebut. Untuk pelaporan, maka audiitor wajib melakukan pelaporan sesuai dengan jadwal waktu yang telah disepakati. Tepat waktu akan menjadikan setiap pelaksanaan audit dari awal hingga akhir menjadi lebih efektif dan efisien. Penggunaan e-work paper mampu membantu pemantauan pelakasanaan audit dari awal hingga akhir, karena setiap pelaporan tercatat dengan baik di data base pelaporan. Dalam setiap temuan dan rekomendasi sebaiknya disebutkan pula tingkat risiko dan prioritas rekomendasinya.
Referensi :
http://www.ypia.co.id/wyswyg/FileUpload/files/Outline%20Materi%20Sertifikasi%20QIA.pdf
Manajemen risiko merupakan ilmu baru yang mulai berkembang saat ini. Perkembangannya diawali di bidang keuangan dan perbankan, terutama untuk mengurangi dan membentengi diri dari potensi kerugian yang bisa muncul kapan saja. Manajemen risiko juga telah dapat mengubah pandangan bahwa risiko hanya merupakan kerugian semata, sebab dengan mengelola risiko ternyata dapat menghasilkan potensi keuntungan dan efisiensi dalam pengelolaan suatu pekerjaan.
Di bidang auditing, saat ini juga mulai dikembangkan penerapan manajemen risiko untuk lebih mempercepat dan mengurangi risiko gagal audit yaitu kegagalan memberikan feedback kepada pihak manajemen dan kesalahan dalam memberikan rekomendasi. Selain itu, penerapan audit berdasarkan risiko juga dapat mempercepat waktu proses audit, sehingga produktifitas seorang auditor dapat terus ditingkatkan.
Penerapan risiko berdasarkan audit diterapkan mulai dari perencanaan audit tahunan, program kerja audit, pelaksanaan audit, dan pelaporan audit. Konsep ini dapat disederhanakan dengan cara mengidentifikasi setiap risiko inheren dan mengontrol setiap risiko tersebut dengan cara mitigasi risiko dan mengontrol risiko tersebut. Jika masih terdapat risiko residu atau risiko yang tidak bisa dikontrol maka diperlukan langkah-langkah lain apakah dengan cara menjauhi risiiko tersebut atau dengan rencana cadangan. Setiap risiko yang telah diidentifikasi dan dapat dikontrol inilah yang akan dilakukan pengujian oleh auditor internal, apakah kontrol yang dilakukan sudah efektif dan efisien atau belum, dan dari hasil pengujian ini menjadi feed back bagi manajemen untuk melakukan perbaikan lebih lanjut.
Perencanaan Audit Tahunan
Perencanaan audit tahunan berdasarkan risiko adalah cara untuk menyusun suatu program kerja pemeriksaan tahunan dengan memperhatikan faktor-faktor risiko sehingga didapatkan program kerja tahunan yang efektif, efisien dan ekonomis. Sebelum menerapkan faktor risiko, sebaiknya program kerja tahunan juga disesuaikan dengan tujuan rencana tahunan organisasi, seperti prioritas kegiatan yang telah disepakati sebelumnya. Setelah itu, dilakukan pembobotan pada setiap faktor risiko. Kemudian dilakukan skoring risiko dengan melakukan klasifikasi risiko terlebih dahulu. Skoring akan dikalikan dengan pembobotan yang menghasilkan total poin. Total poin terbesar adalah prioritas dalam rencana audit karena mengandung nilai risiko yang paling tinggi. Hal lain yang harus diperhatikan adalah proporsi pemilihan setiap unit kerja/divisi, agar tercipta keseimbangan auditi di antara unit kerja/divisi yang ada. Selain itu juga faktor risiko untuk pekerjaan konsultansi akan berbeda dengan risiko pekerjaan konstruksi sehingga juga harus dipilah sebelum menentukan satuan kerja yang akan diperiksa dengan menggunakan faktor-faktor risiko lainnya. Penentuan tingkat risiko ini juga dapat digunakan untuk menentukan frekuensi audit, yaitu auditi yang berisiko rendah cukup diperiksa sekali dalam 3 tahun, risiko menengah diperiksa sekali dalam 2 tahun dan auditi yang berisiko tinggi akan diperiksa setiap tahun. Selain itu juga, dapat digunakan untuk menentukan besarnya usaha dan penentuan sumber daya audit.Kelemahan dalam proses ini adalah dibutuhkan pemahaman yang sama antara perencana audit tahunan dengan para auditor dan manajemen audit internal, sehingga didapatkan faktor risiko serta pembobotan dan skoring yang mendekati ketepatan, karena adanya faktor judgment yang bisa subjektif.
Program Kerja Audit
Program kerja audit merupakan awal dari proses audit, yaitu dengan memperhatikan risiko-risiko inheren yang mengikat pada suatu kegiatan yang akan diaudit. Pengenalan akan risiko inheren disertai dengan pembobotan risiko dan identifikasi risiko menjadi risiko rendah, menengah dan tinggi. Setiap risiko inheren ini akan membantu auditor dalam melakukan perencanaan pengujian hal-hal yang teridentifikasi sebagai kegiatan yang berisiko menengah dan tinggi. Umumnya setiap unit/direktorat yang akan diperiksa telah memiliki risk register, yang akan dianalisis kembali oleh auditor untuk pengujian lebih lanjut. Jika risk register belum dimiliki oleh setiap unit kerja maka internal audit memiliki kewajiban untuk memberikan kesadaran bagi unit kerja untuk melakukan pemetaan terhadap risiko kegiatan yang dihadapi unit kerja. Risk register akan membantu auditor dalam menentukan tujuan audit dan ruang lingkup pengujian audit.
Pelaksanaan Audit
Setelah dilakukan perencanaan program kerja audit maka dilakukan pelaksanaan terhadap pengujian kegiatan-kegiatan yang berisiko tersebut. Sebaiknya sebelum melaksanakan pengujian maka auditor wajib melakukan mitigasi terhadap risiko sesuai dengan level risiko dan frekuensi risikonya.
Pelaporan Hasil Audit
Setelah dilakukan pengujian maka dilakukan rekomendasi. Rekomendasi yang baik adalah rekomendasi yang dapat mengurangi risiko kejadian berulang di kemudian hari. Selain itu, penggunaan bahasa yang efektif dan tidak terlalu teknikal harus digunakan agar manajemen mampu menjalankan rekomendasi tersebut. Untuk pelaporan, maka audiitor wajib melakukan pelaporan sesuai dengan jadwal waktu yang telah disepakati. Tepat waktu akan menjadikan setiap pelaksanaan audit dari awal hingga akhir menjadi lebih efektif dan efisien. Penggunaan e-work paper mampu membantu pemantauan pelakasanaan audit dari awal hingga akhir, karena setiap pelaporan tercatat dengan baik di data base pelaporan. Dalam setiap temuan dan rekomendasi sebaiknya disebutkan pula tingkat risiko dan prioritas rekomendasinya.
Referensi :
http://www.ypia.co.id/wyswyg/FileUpload/files/Outline%20Materi%20Sertifikasi%20QIA.pdf
Kembali Menulis
Salam hangat,
sudah hampir 3 tahun sejak terakhir kali mengupload tulisan, ternyata dilihat dari statistik yang membaca ada sekitar 4100an lebih pembaca.. woow, ternyata efektif juga ya dengan membuat tulisan, sekitar 4100 orang bisa tau ide-ide kita, bahkan yang cukup membanggakan tulisan kita bisa dijadikan referensi oleh penulis yang lain. Saya langsung membayangkan jika mesti berbicara berhadapan langsung dengan 4100 orang, apa yang akan terjadi, mungkin saya akan berkeringat, tangan bergetar, berbicara terbata-bata.. tapi dengan tulisan saya bisa berekspresi dengan lebih santai, saya tinggal mengungkapkan segala ide dan pemikiran tanpa harus peduli dengan keringat yang mengucur deras :D
Berikut statistik penayangan tulisan di blog "life"
"Analisa dan Cara Mengatasi Fraud", 30 Jun 2010 : 2682 penayangan,
"Mengenal Pengendalian Intern Pemerintah Menurut COSO", 20 Jun 2010 : 1383 penayangan,
"marketing dan auditor", 31 Mei 2010 : 100 penayangan,
"referensi dvd : warren buffet and bill gates in nebraska", 20 Jun 2010 : 28 penayangan.
Buat saya menakjubkan, 4 topik tulisan yang baca bisa sekian ribu orang. semoga dari sekian ribu yang baca ada sekian ratus yang setidaknya terinspirasi dengan blog sayah..amiiiinn..
kemudian yang menarik, ternyata yang paling banyak dibaca adalah mengenai fraud. berarti semakin banyak orang yang concern dengan fraud alias kecurangan dan cara mengatasinya. Apa mungkin orang Indonesia sudah bosan dengan fraud yah..
dari ringkasan itu saya jadi bersemangat mengupload beberapa tulisan lagi yang sebenarnya sudah pernah dicetak di majalah tempat saya bekerja. Semoga semakin banyak orang yang terinspirasi, semakin banyak manfaat tulisan-tulisan di blog "life" ini, amiiin..
Jangan lupa kasih komen ya, input, masukan, pendapat, kritikan..
Langganan:
Postingan (Atom)