Rabu, 06 Februari 2013
Pembangunan Infrastruktur Berkelanjutan
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang memiliki kelemahan dalam pemenuhan infrastruktur. Infrastruktur jalan dan jembatan, bendungan, saluran irigasi, saluran air baku dan air minum, instalasi air minum, pengolahan sampah, hingga bangunan publik seperti sekolah dan rumah sakit masih diperlukan terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pemerintah terus mencoba memacu pemenuhan kebutuhan infrastruktur tersebut, di antaranya dengan meluncurkan Program Prioritas Infrastruktur pada Tahun 2010-2014, Program MP3EI (Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia), termasuk pemenuhan akan target MDG’s (Millenium Development Goals). Percepatan pembangunan infrastruktur ini dilaksanakan untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta perluasan dan peningkatan kesempatan kerja, dengan tujuan akhir adalah pengurangan angka kemiskinan.
Kebijakan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur saat ini menghadapi permasalahan global yang harus diperhatikan pemerintah, yaitu masalah lingkungan yang mengalami degradasi. Perubahan iklim yang dipicu oleh tidak terkontrolnya emisi gas karbon mengakibatkan meningkatnya intensitas bencana alam. Urbanisasi yang tidak terkendali mengakibatkan lingkungan menjadi tidak sehat dan tingkat individualistis yang semakin tinggi pula. Program pembangunan menjadi kurang terarah karena kebijakan yang dilaksanakan hanya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat saat ini tanpa memperhatikan keberlangsungan dan kondisi berikutnya yang akan terjadi. Hal ini merupakan permasalahan bagi pemerintah karena pemerintah harus melakukan kebijakan percepatan pembangunan di saat dan waktu yang tidak ideal, sehingga pemerintah perlu melakukan strategi pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan agar manfaat pembangunan infrastruktur dapat terus diterima oleh generasi selanjutnya.
Asian Development Bank (ADB) mendefinisikan Pembangunan infrastruktur berkelanjutan atau yang sering disebut sustainable insfrastructure sebagai desain infrastruktur baru dan perencanaan ulang, rehabilitasi dan pemanfaatan kembali serta optimalisasi infrastruktur yang ada meliputi i) pemanfaatan energi terbarukan secara maksimal dan meminimalkan dampak lingkungan, ii) memberikan kebutuhan bagi komunitas lokal termasuk masyarakat miskin, iii) mengendalikan pengeluaran biaya infrastruktur dan korupsi, dan iv) menemukan peran yang semestinya bagi pihak pemerintah dan swasta dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan dan pengelolaan kegiatan infrastruktur. Berdasarkan definisi tersebut dapat dilihat bahwa pembangunan infrastruktur berkelanjutan akan memperhatikan aspek lingkungan, ekonomi dan sosial.
Pembangunan Infrastruktur berkelanjutan dikenal pula dengan istilah pembangunan yang berwawasan lingkungan. Strategi pembangunan ini merupakan salah satu upaya dalam mengurangi dampak perubahan iklim (climate change) yang semakin terasa. Perubahan iklim dapat dirasakan di lingkungan sekitar misalnya semakin panasnya suhu/temperatur udara, musim hujan dan kemarau yang semakin lama, intensitas hujan yang tinggi, kejadian kekeringan dan banjir, kebakaran hutan, dan sebagainya.
Fokus utama pembangunan berkelanjutan yang sebaiknya dilaksanakan oleh pemerintah antara lain penyediaan air minum dan sanitasi yang baik, pengurangan risiko banjir, sistem irigasi yang lebih baik, pengelolaan sumber daya air, pengelolaan transportasi kota dan penyediaan akses jalan dan jembatan ke lokasi yang jauh dan pengelolaan sampah. Hal tersebut merupakan kebutuhan mendasar masyarakat dan merupakan salah satu cara mitigasi risiko dampak perubahan iklim serta meningkatnya intensitas bencana alam. Pembangunan yang dilaksanakan secara business as usual tentunya tidak dapat dilakukan lagi karena pengaruh lingkungan yang semakin terasa dibandingkan 10 tahun yang lalu.
Pembangunan infrastruktur berkelanjutan adalah strategi dalam menciptakan pembangunan yang bermanfaat bagi masyarakat, lingkungan dan komunitas. Indikator yang digunakan dalam pembangunan infrastruktur berkelanjutan adalah berkontribusi pada pembangunan ekonomi dengan menciptakan kerja, pendapatan, skill dan keterampilan; mengutamakan pembangunan sosial dengan menciptakan perumahan tempat memadukan kerja dan hidup, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan; dan menunjang pengembangan lingkungan hijau, berkelanjutan, aman, nyaman, dan memperkaya kehidupan dengan green building code (Prof.Dr. Emil Salim).
Pengambil kebijakan dalam bidang infrastruktur pun harus mulai melihat peluang dan potensi pembangunan berkelanjutan sebagai suatu kewajiban sehingga seluruh kebijakan akan difokuskan kepada pembangunan infrastruktur yang berwawasan lingkungan. Badan standar nasional harus membuat standar yang mengacu pada prinsip-prinsip ramah lingkungan, sehingga produk-produk yang termanfaatkan adalah produk-produk yang sudah ramah lingkungan. Beberapa produk SNI sebenarnya sudah mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan, misalnya SNI tentang perhitungan OTTV atau transfer suhu pada suatu bangunan, SNI tentang penggunaan lampu hemat energi, dan SNI lainnya. Penerbitan SNI merupakan salah satu upaya dukungan pemerintah dalam mengarahkan penggunaan bahan-bahan yang ramah lingkungan. Dan yang lebih utama adalah pemanfaatan dan pemenuhan standar yang sudah ada karena kadang target pembangunan infrastruktur hanya berorientasi pada bentuk fasilitas infrastruktur saja dan tidak pada fungsi dan makna bangunan insfrastruktur tersebut dibuat.
Pembangunan infrastruktur berkelanjutan merupakan metode yang terintegrasi dalam melaksanakan pembangunan. Dalam tahapan proyek pembangunan infrastruktur, mulai dari perencanaan-desain-pengadaan barang/jasa (procurement)-pelaksanaan konstruksi-operasional dan pemeliharaan-demolition, tiap tahapan memiliki peluang untuk dilakukan rekayasa value yang berkenaan dengan pembangunan ramah lingkungan. Misalkan pada tahap perencanaan dilakukan perencanaan tata letak dan lokasi bangunan infrastruktur yang memperhitungkan tingkat efisiensi dan efektifitas, pada tahap desain maka bangunan infrastruktur diperhitungkan kembali faktor konsumsi energinya, pada tahap procurement maka diutamakan bahan-bahan material yang ramah lingkungan misalnya produk-produk yang sudah berlabel ramah lingkungan (eco labelling) dan material kayu yang bersertifikat (wood certificate), saat pelaksanaan konstruksi dilakukan secara green construction misalnya pengurangan waste/sampah akibat proses konstruksi dan pemanfaatan air hujan dalam pemenuhan kebutuhan aktifitas di lokasi proyek, pada tahapan operasional dan pemeliharaan maka bangunan-bangunan yang memenuhi konsep green building tentunya akan memiliki biaya operasional dan pemeliharaan yang lebih kecil daripada bangunan konvensional, dan pada tahapan demolition maka bangunan infrastrutktur tersebut diharapkan dapat kembali dimanfaatkan (reuse).
Prinsip pembangunan infrastruktur berkelanjutan di Indonesia dalam skala mikro telah coba diterapkan dengan adanya Sertifikasi Green Building (Greenship certified). Pembangunan gedung hijau baik yang baru maupun perbaikan bangunan eksisting yang akan disesuaikan dengan prinsip gedung hijau ternyata mulai berkembang. GBCI (Green Building Council Indonesia) yang tergabung dalam World Green Building Council (WGBC) sebagai penerbit sertifikasi gedung hijau telah membuat pedoman dan syarat bangunan gedung hijau yang berlaku secara umum, yaitu dilihat dari tepat guna lahan, terkait ketepatan pemanfaatan lahan dan tata letak bangunan; efisiensi energi dan konservasi, agar energy yang dimanfaatkan secara konsisten sustainable dan efisien; konservasi air, termasuk pemanfaatan air secara optimal; sumber dan siklus material, terkait pelaksanaan dan penerapan 3R (reduce, reuse, recycle) dan jejak karbon (carbon footprint); kualitas udara dan kenyamanan ruangan; dan manajemen lingkungan bangunan (building environment management). Pedoman tersebut dapat diadaptasi oleh pengambil kebijakan di bidang infrastuktur lain seperti transportasi dan sumber daya air untuk membuat pedoman mengenai konstruksi yang berkelanjutan. Pedoman ini merupakan cara dan upaya pemerintah agar pihak penyedia jasa memiliki dan mampu mengembangkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Di bidang transportasi ide mengenai green road merupakan salah satu upaya untuk mengurangi emisi karbon dan penerapan teknologi jalan dan jembatan yang ramah lingkungan.
Pemerintah memiliki kewenangan dalam hal regulasi yang sifatnya wajib (mandatory) bagi masyarakat, sehingga diharapkan dengan adanya regulasi yang mendukung pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan membuat industri infrastruktur berkembang ke arah yang lebih baik. Berdasarkan penelitian, industri konstruksi memiliki sumbangsih terhadap peningkatan ekonomi, kerusakan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat, sehingga harus dicari jalan tengah agar pembangunan tidak mengorbankan generasi yang akan datang. Dalam suatu studi kelayakan maka manfaat harus lebih besar dibandingkan dengan biaya yang akan dikeluarkan. Manfaat yang diterima tidak hanya manfaat langsung bangunan infrastruktur tersebut tapi juga manfaat akibat lingkungan yang terjaga.
Penerapan teknologi bangunan infrastruktur yang ramah lingkungan dikhawatirkan akan meningkatkan biaya investasi awal (initial cost) bagi pembangunan infrastruktur tersebut. namun di sisi lain biaya operasional dan pemeliharaan akan menjadi lebih kecil. . Penerapan infrastruktur berkelanjutan sebaiknya dimulai dari tahap perencanaan untuk meminimalkan perubahan biaya pada tahapan proyek berikutnya.
Menurut hukum ekonomi, harga pembiayaan konstruksi akan tergantung pada supply dan demand, sehingga pada saatnya akan ditemukan titik keseimbangan di mana harga menjadi optimal karena supply baik itu bahan/material bangunan yang ramah lingkungan maupun supply penyedia jasa yang perduli dan menerapkan prinsip-prinsip ramah lingkungan semakin berkembang dan demand untuk bangunan infrastruktur hijau semakin banyak pula karena adanya kebijakan industri infrastruktur yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Kesimpulan :
Pembangunan Infrastruktur Berkelanjutan (Sustainable Infrastructure Development) bukanlah hal yang baru di Indonesia, karena telah dikenal sebagai kebijakan Pembangunan Berwawasan Lingkungan. Kebijakan ini menjadi lebih berkembang dan semakin mengemuka akibat semakin terbatasnya sumber daya, dampak pembangunan yang tidak terkontrol dan perubahan iklim. Pembangunan infrastruktur berkelanjutan berfokus pada keberlangsungan pembangunan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat secara terus menerus dan berjangka panjang. Faktor finansial/pembiayaan yang diharapkan terjadi adalah semakin murahnya biaya investasi akibat industri konstruksi yang mengikuti tren pembangunan berkelanjutan dan green building sebagai salah satu cara mengurangi dampak negatif pembangunan infrastruktur.
Referensi :
Sustainable Construction, Pelatihan Greenship Associate Plus, M. Abduh, 2012
Sustainable Construction (Process & Implementation), Pelatihan Greenship Associate Plus, Hadjar Seti Adji, 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Mas, bolehkah saya minta referensi lengkapnya? Terutama yg ADB
BalasHapus